01 Agustus 2025
Langkah Tegas di Atas Peony
Langkah Tegas di Atas Peony
Jalanan kota itu basah oleh kelopak bunga peony berwarna merah muda, seolah seluruh kota sedang merayakan sesuatu. Alya berjalan di atas hamparan bunga itu, gaun hitamnya menyapu kelopak-kelopak yang lembut. Di tangannya, ia membawa buket peony yang jauh lebih besar, simbol dari semua yang telah ditawarkan padanya: kekayaan, kemewahan, dan hidup yang mudah.
Di ujung jalan, menantinya seorang pria bernama Adrian. Dia adalah pria yang memiliki segalanya. Uangnya bisa membeli apa saja, bahkan konon, ia bisa membeli hati. Adrian adalah pria yang terbiasa mendapatkan apa yang ia inginkan dengan mudah. Ia tidak pernah mengerti arti perjuangan, apalagi arti sebuah cinta yang sakral. Di matanya, Alya hanyalah sebuah objek lain yang bisa ia miliki. Ia beranggapan Alya hanya butuh uang dan kehidupan yang nyaman, sehingga ia tidak perlu repot-repot menjaga cinta itu. Baginya, jika Alya pergi, ia bisa dengan mudah mendapatkan yang lain.
"Ini untukmu, Alya," ucap Adrian, mencoba menawarkan sebuah kalung berlian yang berkilauan. "Ini hanyalah hadiah kecil."
Alya menatapnya. Ia melihat bukan hanya berlian itu, tetapi juga tatapan Adrian yang kosong, egois, dan penuh kesombongan. Ia melihat tatapan yang hanya menganggapnya sebagai boneka, yang bisa dihias dan dipajang. Hati Alya bergetar bukan karena terharu, melainkan karena jijik. Ia telah mendengar desas-desus lain tentang Adrian, desas-desus yang gelap dan mengkhawatirkan, tentang sifatnya yang menyimpang, tentang ketertarikannya yang tidak wajar pada anak-anak.
Dengan lembut, Alya meletakkan buket bunga di trotoar. "Terima kasih, Adrian," katanya, suaranya tenang namun tegas. "Tapi saya tidak bisa menerima ini."
Adrian mengerutkan kening, tidak mengerti. "Kenapa? Apa yang kurang? Apakah kalung ini tidak cukup?"
"Ini bukan soal cukup atau tidak, Adrian," jawab Alya, tatapannya kini lurus menembus mata Adrian. "Cinta tidak bisa dibeli. Hati tidak bisa ditukar dengan kemewahan. Saya mencari seseorang yang menghargai saya sebagai manusia, bukan sebagai barang koleksi."
Alya berbalik, meninggalkan Adrian yang terdiam kaget di tengah hamparan kelopak bunga. Ia melangkah maju, gaun hitamnya kontras dengan kelopak-kelopak merah muda yang berserakan. Ia berjalan sendirian, tetapi ia merasa bebas. Ia tahu, jalan yang ia pilih mungkin lebih sulit, namun jalan itu adalah jalan yang jujur, jalan yang membawa ia pada harga diri, bukan pada kekosongan yang berhiaskan berlian. Ia memilih untuk menolak segalanya, demi menjaga hatinya yang berharga, dari tangan yang tidak tahu cara mencintai.
Terima kasih telah mengunjungi blog saya.
Saya menghargai waktu Anda membaca artikel ini. Semoga bermanfaat.
Mohon maaf jika ada ketidakakuratan. Masukan Anda berharga.
Jelajahi Onposter!
-
Mengikuti Jejak Inspiratif "SAVIN" Lebih dari Sekedar Karya Prolog Jejak Inspirasi d...
-
Baru-baru ini, media sosial diresahkan oleh video AI yang menggambarkan seorang pelatih orca fiktif bernama Jessica Radcliffe yang tewas da...
-
Prolog tragedi erupsi Gunung Marapi di Sumatera Barat yang menelan banyak korban jiwa. Salah satu kisah yang paling memilukan adalah me...
-
Strategi Pemasaran Digital Efektif untuk Bisnis Percetakan dan Desain Kecil 1. Pentingnya Pema...
-
Cinta Shasa di Langit Sharadegra - Mei 31, 2025 "Lebih dari Sekadar Jual Beli Nilai Kepedulian dalam ...
-
Episentrum Seni Dunia Louvre Museum: Ikon Sejarah yang Megah Prancis, khususnya kota Paris , adalah destinasi utama bagi para pencinta sen...
-
Gangguan Disossiatif Identitas (Dissociative Identity Disorder, DID) ©2024-2025Sharadegra Wan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar